Rabu, 02 April 2008

PACCARITA'

Untuk apa belajar Fisika?

Dogma mengenai fisika sudah terbentuk sejak lamaaaaaaaaaaaa....(entah sejak kapan), bahwa fisika adalah pelajaran yang sussssssssssssssssssssssah.........bbbbbbangetttttttt!! Dogma itu juga yang mempengaruhi saya saat di sekolah dulu. Tapi saya termasuk orang yang beruntung dalam hal ini. Kenapa? Dari saya SMP (mulai mengenal fisika) sampai SMU, guru-guru fisika yang pernah menghadapi saya keren-keren. Saya ingat guru Fisika saya di SMP dulu namanya Ibu Darnah Damis. Orangnya aktif banget dan baik. Saat belajar, kami banyak prakteknya di luar kelas. Atau saat saya SMU, Pak Arman guru Fisika saya di kelas 3, orangnya cerdas (saat SMU dulu saya belum tahu yang cerdas itu bagaimana, tapi kami semua mengakui kepintaran pak Arman), hingga sekarang saya menganggap pak Arman salah satu orang cerdas yang saya temui dalam hidup saya (boleh kan......). Dengar-dengar sekarang beliau jadi satu-satunya guru yang lulus sertifikasi pertama di kabupaten tempatnya mengajar...(nah...keliatan kan...?emang pintar koq!).
Di kelas 1, namanya pak Abduh Kaco. Kalau beliau yang masuk, semua tegang. Padahal beliau tidak pernah marah. Tapi..., selalu nunjuk-nunjuk buat ngerjain soal yang naudzubillah susahnya.... yang paling berkesan dari beliau adalah cara pengucapan nol, resultan, skalar (beliau agak cadel, padahal tahu sendiri, di fisika paling banyak kata-kata semacam itu). Jadi sampe sekarang, kalo ingat beliau, ingat kata-kata itu juga hehe.... dan dia satu-satunya guru, saat itu, yang membolehkan buka buku di ujian, but soal-soalnya (apalagi jawabannya!) tidak pernah ada di buku. Saya dan kawan-kawan pernah bawa buku setumpuk, di kumpulin dari berbagai penerbit dan tahun terbitnya, tapi tetep aja soal dari beliau lain dan tidak ada di buku manapun. Heran, ambil soal dari mana sih.....!?
Nah, di kelas 2, yang paling berkesan, ibu Asni. Orangnya energik banget. Kecil-kecil, tapi kalo udah ngajar, suaranya kedengaran sampe di kantin hehe... (maaf bu...). Yang paling saya ingat, saat beliau mengajar letak bintang, azimuth, n semacamnya (ini materi favorit saya dulu...). saya ingat beliau kalo ke kelas membawa bermacam2 alat mengajarnya, mulai dari mistar panjang dari kayu (yang berfungsi ganda untuk mukulin teman-teman cowok yang bandel), Jangka, dan mistar busur, saya sudah duduk menunggu, mendahului teman-teman saya yang lain (kalo saya tidak salah ingat sih..hehe....tapi materi dari bu Asni memang materi favorit saya koq...)

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau-beliau (pokoke beliau-beliau keren deh...!), saya akui sangat sulit menghilangkan dogma pelajaran fisika yang sudah terbentuk. Sebelum kenal fisika, saya sudah tahu kalo ‘dia’ mengerikan. Berdasarkan dogma tersebut, koq saya malah maju terus dan mengambil jurusan IPA? Pertimbangan saya waktu itu (atas desakan kakak saya), masuk jurusan ini mempermudah saya untuk lanjut ke PTN nantinya.Lagian, saya tidak mungkin masuk IPS. Saya tidak sanggup menghapal yang panjang-panjang, semacam UU, GBHN, dan teman-temannya, dan saya pun tidak suka akuntansi. Masuk jurusan bahasa lebih-lebih tidak mungkin, ini ditentang habis-habisan sama semua anggota keluarga, untuk alasan yang belum bisa saya mengerti sampe sekarang. Jadilah saya jatuh di lembah jurusan IPA (hehe..) dan saya memperparah keadaan dengan mengambil jurusan Fisika di UNHAS.
Ironisnya, saya seorang pengajar Fisika. Berarti, saya harus menanamkan ke siswa saya kalau fisika sama sekali tidak sulit. Ini sangat dilematis. Di satu sisi, saya masih harus melawan dan belajar banyak dari si fisika ini. Tapi di sisi lain, saya setidaknya harus bisa menunjukkan ke siswa saya, kalau fisika bukanlah suatu masalah bagi saya atau bagi siapapun.

Sekian tahun bergaul dengan fisika, apa membuat saya sanggup menghilangkan dogma tersebut? Tenyata tidak. Sedikit berubah pandangan, iya. Setidaknya, sekarang saya bisa mengerjakan soal-soal yang dulu tidak bisa saya kerjakan saat di SMU hehe....sampai saya membaca buku (punyanya temen) judulnya Filsafat dunia matematika, keningnya jangan mengkerut dulu karena judulnya.... Buku ini tidak berisi hal-hal yang berat koq, hanya berisi cara pandang sederhana atau bagaimana memandang ilmu eksak secara sederhana. Dari beberapa kutipan di buku tersebut, saya tahu bagaimana Allah SWT telah menciptakan alam ini dengan ukuran dan perhitungan yang sangat akurat. Bahwa untuk memahamiNYA, dimulai dengan memahami alam ciptaanNYA. Dan untuk memahami alam ini, tidak bisa tidak, kita harus menerima fisika dan teori-teorinya yang memang mengenai hukum-hukum alam. Mengapa kita jadi ingin or harus memahamiNYA (pertanyaan wajar, kan?). Tujuan kita ke dunia ini kan untuk jadi khalifahNYA, wakilNYA di dunia. Nah, untuk itu kita mesti tau’, yang kita wakili itu seperti apa....so kita bisa meproyeksikan sifat-sifatNYA di hidup kita, tentu saja dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia (membela diri hehe...)

Sesederhana itu alasannya? Tidak juga. Ada kutipan menarik di buku tersebut yang menyatakan : “ The most important thing to keep in mind about taking a physics course is : You are showing that you have the ability to think!” (Hal terpenting yang harus diingat saat belajar Fisika adalah : anda harus menunjukkan bahwa anda sanggup menggunakan pikiran anda sendiri!) Bahwa fisika tidak terbatas pada kemampuan mengerjakan soal-soal di buku atau di ulangan, tapi bagaimana menghadapi persoalan-persoalan hidup. Mengenai kesanggupan kita menggunakan daya pikir, untuk menyelesaikan masalah kita, IYA NGGAK SIH..?!

Maros, maret 08

Tidak ada komentar: